Minggu, 29 April 2012

DENOMINASI RUPIAH


Isu denominasi rupiah yang beredar belakangan ini cukup menarik perhatian masyarakat. Keresahan cukup wajar karena masyarakat teringat pemotongan nilai uang dizaman Bung Karno (1959) dimana inflasi mencapai 635,5%!. Lebih banyak tanggapan kuatir akan dampak ‘pemotongan’ nilai rupiah, terutama bagi kalangan masyarakat kecil.
PENGERTIAN DENOMINASI
Denominasi adalah menyederhanakan pecahan mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit angka nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. 


Rencana pemerintah RI untuk Denominasi rupiah dikawatirkan akan menjadi masalah bagi sistematis ekonomi apabila sosialisasi pemerintah yang tidak tepat. Bank Indonesia harus benar-benar siap dalam melakukan Denominasi rupiah ini, BI membutuhkan sosialiasi yang luar biasa agar semua masyarakat paham. Padahal, masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai tingkatan ekonomi dan pendidikan.
Denominasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah pengurangan 3 digit. Uang Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah) jika didenominasi menjadi Rp.10 (sepuluh rupiah) . Banyak masyarakat yang menghawatirkan jika Denominasi dilakukan ditakutkan masyarakat malah akan khawatir nilai uangnya terpotong, dan padahal tidak. Nantinya, orang akan beramai-ramai menukarkan rupiah ke dolar, karena pemerintah AS menjamin dolar yang telah dikeluarkan tidak akan diganti dan dikurangi.

Kabarnya Denominasi akan bisa berjalan pada tahun 2015 mendatang, yang jadi pertanyaan apakah pemerintah benar-benar siap dalam mempersiapkan dan mensosialisasikan Redenominasi ini kepada masyarakat Indonesia? Lalu bagaimana nanti ketika uang 1.000 menjadi 1 rupiah dan masyarakat yang belanja di supermarket ketika mendapatkan uang kembali yang biasanya diganti permen.

PRO KONTRA DENOMINASI

Wacana Bank Indonesia (BI) menyederhanakan pecahan mata uang (denominasi) rupiah harus disertai sosialisasi masif kepada seluruh lapisan masyarakat.
BI dan pemerintah diminta tidak ceroboh mengabaikan dampak sosial dan psikologis apabila kebijakan itu diberlakukan tanpa sosialisasi yang memadai. Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, mengingatkan pemerintah dan BI bahwa pemahaman masyarakat Indonesia terhadap masalah-masalah perekonomian maupun keuangan sangat beragam.
Artinya, kebijakan perekonomian yang berdampak luas kepada masyarakat sebaiknya dipersiapkan dan disosialisasikan secara baik. “Harus ada koordinasi antara pemerintah, BI, dan seluruh pemangku kepentingan terkait kebijakan ini.Hal yang paling penting sosialisasi harus meluas dan mendalam,” ujarnya saat dihubungi Seputar Indonesia di Jakarta kemarin.
Seperti diberitakan, BI menggulirkan wacana untuk melakukan penyederhanaan pecahan mata uang rupiah. Bank sentral beralasan, uang pecahan terbesar Indonesia, Rp100.000, merupakan yang terbesar kedua di dunia, setelah Vietnam dengan pecahan terbesar 500.000 dong. Bila memperhitungkan Zimbabwe,yang pernah mencetak pecahan 100 miliar dolar,pecahan Rp100.000 menempati urutan ketiga terbesar.
Kita ingat kembali bahwa Denominasi adalah menyederhanakan (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa memangkas nilai mata uang tersebut. Semisal terjadi denominasi tiga digit (3 angka 0), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 baru setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama. Sigit Pramono menuturkan, Perbanas pada prinsipnya mendukung denominasi lantaran akan meningkatkan efisiensi transaksi dan pembukuan.
Syaratnya, pemerintah dan BI berhati-hati sebelum memberlakukan kebijakan tersebut. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Sandiaga Uno berharap masyarakat tidak menyikapi wacana denominasi dengan berlebihan.Denominasi merupakan ide bagus yang akan mempermudah transaksi. “Yang penting sekarang sosialisasi harus dilakukan dengan matang, baik tentang arti maupun tujuan denominasi,” paparnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo menegaskan bahwa wacana denominasi rupiah masih merupakan kajian BI, belum merupakan keputusan resmi. Pemerintah belum membahas secara khusus kajian BI tersebut. ”Ada satu studi yang dilakukan BI, itu belum final,kami di pemerintah belum dikonsultasikan (oleh BI mengenai) hal itu.Jadi kami belum bisa bilang apa-apa.
Itu masih lama dan masih studi,”ujarnya. Berdasarkan studi yang dilakukan BI, denominasi tidak akan berdampak buruk bagi perekonomian. Walau begitu pemerintah belum bisa menanggapi implementasi wacana itu. Lantaran sifatnya kajian, belum tentu denominasi akan dilaksanakan menjadi sebuah kebijakan.
Butuh Biaya Besar
Kalangan bankir berpendapat implementasi denominasi butuh biaya besar. Perbankan perlu menyesuaikan sistem teknologi informasi apabila denominasi benar-benar diimplementasikan. “Kebijakan itu justru hanya akan meningkatkan biaya operasional, terutama masalah teknologi informasi. Belum lagi masalah yang timbul akibat kesalahan manusia,” ujar Direktur Utama Bank Agro Kemas M Arief.
Selain itu, yang tidak bisa diduga adalah kemungkinan reaksi masyarakat yang berlebihan. “Apalagi urgensi melakukan denominasi ini juga belum jelas,”ungkap Kemas. Direktur Konsumer BII Stephen Liestyo mengatakan, sistem komputerisasi perbankan harus diubah apabila denominasi dijalankan. Alasannya, dalam masa transisi ada dua mata uang yang berlaku, yakni rupiah lama dan rupiah baru.
“Sehingga perbankan harus mengubah komputerisasi untuk mengakomodasi hal tersebut,” kata Stephen. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja menilai denominasi akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dari sisi positif, denominasi akan menjadikan pecahan mata uang lebih sederhana. Negatifnya, kebijakan itu butuh biaya, terutama untuk pengaturan sistem dan penyesuaian materi cetak.
”Kalau diyakini positifnya akan baik untuk negara kita dalam jangka panjang, kita akan konsekuen menjalankannya,” kata Parwati. Country Business Manager Citi Indonesia Tigoor M Siahaan menjelaskan, redenominasi akan menghabiskan biaya besar, baik dari BI sendiri maupun dari kalangan perbankan. Karena itu, dia berharap BI segera membuat program sosialisasi wacana itu secepatnya agar tidak menimbulkan kepanikan.
“Kebijakan itu tentu akan memakan biaya besar, terutama BI yang harus melakukan pencetakan uang kembali. Tapi bagi kami juga besar karena harus menyiapkan segala infrastrukturnya,” tambah Tigoor. Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi berharap BI mewaspadai dampak sosial yang akan terjadi setelah kebijakan itu diterapkan. Dia mengkhawatirkan trauma masyarakat pada kebijakan sanering pada 1966.
”Saya khawatir persepsi masyarakat seperti pada saat Orde Lama,sehingga mereka tidak percaya pada rupiah,”kata Glen. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, wacana redenominasi tidak akan berdampak besar bagi pasar modal.Wacana itu bukan isu penting yang memicu kekhawatiran pelaku pasar. “Kepanikan itu hanya investor individu,”ujar Ito. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wiryawan menyambut positif wacana denominasi.
“Tidak masalah, justru (uang) akan lebih mudah dibawanya,”kata dia. Adapun dari sisi investasi,denominasi tidak akan memberi imbas negatif terhadap investasi asing yang masuk ke Indonesia.Sebab,denominasi tidak mengurangi nilai mata uang dalam negeri. Menurut dia, hal yang perlu mendapat perhatian, yakni saat praktiknya kelak. Diaberharap, jika denominasi diterapkan, bisa berjalan dalam batas wajar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menteri Perindustrian MS Hidayat beranggapan, penerapan redenominasi justru perlu dilakukan lantaran nominal mata uang Indonesia terbilang besar. “Di dunia, hanya kita (Indonesia) dan Vietnam yang nominasi mata uangnya besar,”ujarnya. Hidayat berpandangan,denominasi tidak akan memberikan pengaruh buruk terhadap sektor industri. Pelaku industri akan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Namun dia meminta sosialisasi denominasi dilakukan dengan benar agar tidak mengagetkan kalangan industri ketika kebijakan tersebut direalisasikan.
Fokus Inflasi
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Nusron Wahid berharap Gubernur BI tidak lagi menggulirkan wacana kontraproduktif seperti denominasi.Seharusnya BI lebih fokus mengurusi tugas pokoknya, yaitu mengendalikan stabilitas moneter (inflasi) dan nilai tukar serta mendorong intermediasi perbankan. “Kalau redenominasi ini sebaiknya didiskusikan di internal dulu.
Jika situasinya sudah tepat, baru dikeluarkan,” katanya. Menurut anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Maruarar Sirait,denominasi seharusnya bukan menjadi prioritas BI saat ini. Dia meminta Gubernur BI terpilih Darmin Nasution fokus terhadap sembilan catatan yang telah direkomendasikan DPR sebelumnya. “Itu (denominasi) bukan jadi prioritas Darmin kali ini. Sebaiknya Darmin fokus pada sembilan catatan yang telah kami berikan sebelumnya, saat pemilihan (gubernur BI),”ungkap Maruarar.
Sembilan catatan itu antara lain menurunkan suku bunga pinjaman, mengatasi dominasi perbankan asing, pengaturan hot money, asas resiprokal, mengendalikan moneter dan meningkatkan intermediasi perbankan. Sembilan catatan itu sudah menjadi komitmen bersama antara DPR dan Gubernur BI terpilih dan harus diwujudkan dalam bentuk peta kebijakan (roadmap) yang pro pada sektor riil. “Seharusnya Darmin fokus terhadap sembilan catatan yang kami minta, bukan membuat kebijakan lain,”tegasnya.



Penjelasan Guberbur BI terkait masalah Denominasi :

Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, menegaskan bahwa denominasi rupiah bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.
Denominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena berbeda dengan sanering atau pemotongan. Dalam denominasi nilai uang terhadap barang tidak akan berubah, yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol,” jelas Darmin kepada Antaranews di Jakarta.
Darmin mengemukakan, denominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat, sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, yaitu dengan memotong nilai uangnya saja.
Dalam denominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja. Dengan demikian,denominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran,” ujarnya.
Menurut Darmin, denominasi akan menyederhanakan sistem akuntasi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.
BI belum akan menerapkan denominasi dalam waktu dekat ini karena BI menyadari bahwa denominasi membutuhkan komitmen nasional serta waktu dan persiapan yang cukup panjang,”katanya.
Dalam tahapan riset mengenai denominasi, BI akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan pada pihak-pihak terkait agar dapat menjadi komitmen nasional.
Darmin mengatakan, keberhasilan denominasi akan sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini tengah dikaji sebagaimana telah dilakukan oleh beberapa negara yang telah sukses menerapkannya.
Beberapa faktor yang mendukung suksesnya pelaksanaan denominasi adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran rendah dengan pergerakan yang stabil, stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.
Adapun Tahapan Rencana Bank Indonesia Redenominasi Rupiah
Tahun 2012-2013
Pada tahun-tahun tersebut dilakukan sosialisasi.
Tahun 2013-2015
Merupakan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil denominasi yang disebut rupiah baru.
Dalam masa transisi ini akan ada dua quotasi penyebutan nominal uang.
Pada masa ini masyarakat juga bisa menggunakan dua jenis mata uang. Misalnya, ada pembeli dengan uang baru, si penjual bisa memberi kembalian dengan uang baru maupun uang lama, ataupun campuran keduanya. Toko yang menjual barang wajib memasang dua label harga, yakni harga barang lama dan baru.
Pada masa transisi itu juga, BI akan mencetak uang baru yang diredenominasi. Sebagai contoh, BI akan mencetak Uang Rp 10,- yang akan menggantikan Rp 10.000,-.
Tahun 2016-2018
Proses penarikan uang lama dilakukan.
Tahun 2019-2020
Keterangan ‘baru’ dalam uang denominasi akan dihapus dan sejak saat itu semua masyarakat akan melakukan transaksi jual beli dengan uang baru yang telah didenominasi.
Kekhawatiran Masyarakat dengan Denominasi mata uang rupiah, sebenarnya masuk akal terutama bagi orang kaya yang memiliki uang milyaran rupiah, misal Rp. 1.000.000.000,- yang tadinya jumlah nol (0) nya sembilan (9) bersisa enam (6) saja yaitu Sejuta saja Rp. 1.000.000,-, jadi bukan disebut milyarder lagi alias turun pangkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar